Rabu, 15 Juni 2011

ASPEK EKSOTERI DAN ESOTERI

Ilmu perkerisan terbagi menjadi dua aspek bahasan, yakni mengenai eksoteri
dan esoterinya. Sebagian orang menganggap kedua aspek itu sama
pentingnya, sebagian lagi menilai yang penting eksoterinya, dan yang lain
menganggap sebaliknya. Apapun anggapan dan penilaian Anda, itu akan
mencerminkan sikap pribagi Anda pada budaya keris.


EKSOTERI KERIS

Eksoteri adalah telaah yang membahas hal-hal yang dapat terlihat, dapat
diraba, dan bisa diukur. Dalam dunia perkerisan, eksoteri keris meliputi
pembicaraan masalah dapur keris, pamor keris, warangka (sarung) keris, ukiran
(hulu) keris, termasuk teknik pembuatan dan sejarah asal usulnya.

Bentuk bilah keris terdiri atas ratusan dapur (lihat Istilah Keris)
Dari yang ratusan itu bisa dibagi menjadi dua golongan besar, yakni bilah keris
yang lurus, dan yang memakai luk.

Dapur Keris Lurus
1. Betok
2. Brojol
3. Tilam Upih atau Tilam Petak
4. Jalak
5. Panji Nom
6. Jaka Upa atau Jaga Upa
7. Semar Betak
8. Regol
9. Karna Tinanding
10. Kebo Teki
11. Kebo Lajer
12. Jalak Nguwuh atau Jalak Ruwuh
13. Sempaner atau Sempana Bener
14. Jamang Murub
15. Tumenggung
16. Patrem
17. Sinom Worawari
18. Condong Campur
19. Kalamisani
20. Pasopati
21. Jalak Dinding
22. Jalak Sumelang Gandring
23. Jalak Ngucup Madu
24. Jalak Sangu Tumpeng
25. Jalak Ngore
26. Mundarang atau Mendarang
27. Yuyurumpung
28. Mesem
29. Semar Tinandu
30. Ron Teki atau Roning Teki
31. Dungkul
32. Kelap Lintah
33. Sujen Ampel
34. Lar Ngatap atau Lar Ngantap
35. Mayat atau Mayat Miri (ng)
36. Kanda Basuki
37. Putut dan Putut Kembar
38. Mangkurat
39. Sinom
40. Kala Muyeng atau Kala Munyeng
41. Pinarak
42. Tilam Sari
43. Jalak Tilam Sari
44. Wora-wari
45. Marak
46. Damar Murub atau Urubing Dilah
47. Jaka Lola
48. Sepang
49. Cundrik
50. Cengkrong
51. Nagapasa atau Naga Tapa
52. Jalak Ngoceh
53. Kala Nadah
54. Balebang
55. Pedak Sategal
56. Kala Dite
57. Pandan Sarawa
58. Jalak Barong atau Jalak Makara
59. Bango Dolog Leres
60. Singa Barong Leres
61. Kikik
62. Mahesa Kantong
63. Maraseba.

Dapur Keris Luk Tiga
1. Jangkung Pacar
2. Jangkung Mangkurat
3. Mahesa Nempuh
4. Mahesa Soka
5. Segara Winotan atau Jaladri Winotan
6. Jangkung
7. Campur Bawur
8. Tebu Sauyun
9. Bango Dolog
10. Lar Monga atau Manglar Monga
11. Pudak Sategal Luk 3
12. Singa Barong Luk 3
13. Kikik luk 3
14. Mayat
15. Jangkung
16. Wuwung
17. Mahesa Nabrang
18. Anggrek Sumelang Gandring

Dapur Keris Luk Lima
1. Pandawa
2. Pandawa Cinarita
3. Pulanggeni
4. Anoman
5. Kebo Dengen atau Mahesa Dengen
6. Pandawa Lare
7. Pundak Sategal Luk 5
8. Urap-urap
9. Nagasalira atau Naga Sarira
10. Naga Siluman
11. Bakung
12. Rara Siduwa atau Lara Siduwa atau Rara Sidupa
13. Kikik Luk 5
14. Kebo Dengen
15. Kala Nadah Luk 5
16. Singa Barong Luk 5
17. Pandawa Ulap
18. Sinarasah
19. Pandawa Pudak Sategal

Dapur Keris Luk Tujuh
1. Crubuk atau Carubuk
2. Sempana Bungkem
3. Balebang Luk 7
4. Murna Malela
5. Naga Keras
6. Sempana Panjul atau Sempana Manyul
7. Jaran Guyang
8. Singa Barong Luk 7
9. Megantara
10. Carita Kasapta
11. Naga Kikik luk 7

Dapur Keris Luk Sembilan
1. Sempana
2. Kidang Soka
3. Carang Soka
4. Kidang Mas
5. Panji Sekar
6. Jurudeh
7. Paniwen
8. Panimbal
9. Sempana Kalentang
10. Jaruman
11. Sabuk Tampar
12. Singa Barong Luk 9
13. Buta Ijo
14. Carita Kanawa Luk 9
15. Kidang Milar
16. Klika Benda

Dapur Keris Luk Sebelas
1. Carita
2. Carita Daleman
3. Carita Keprabon
4. Carita Bungkem
5. Carita Gandu
6. Carita Prasaja
7. Carita Genengan
8. Sabuk Tali
9. Jaka Wuru
10. Balebang Luk 11
12. Sempana Luk 11
13. Santan
14. Singa Barong Luk 11
15. Naga Siluman Luk 11
16. Sabuk Inten
17. Jaka Rumeksa atau Jaga Rumeksa

Dapur Keris Luk Tigabelas
1. Sengkelat
2. Parung Sari
3. Caluring
4. Johan Mangan Kala
5. Kantar
6. Sepokal
7. Lo Gandu atau Lung Gandu
8. Naga sasra
9. Singa Barong Luk 13
10. Carita Luk 13
11. Naga Siluman Luk 13
12. Mangkunegoro
13. Bima Kurda Luk 13
14. Karawelang Luk 13 atau Kala Welang
15. Bima Kurda Luk 13
16. Naga Siluman Luk 13

Dapur Keris Luk Limabelas
1. Carang Buntala
2. Sedet
3. Ragawilah
4. Raga Pasung
5. Mahesa Nabrang atau Kebo Nabrang
6. Carita Buntala Luk 15

Dapur Keris Luk Tujuhbelas
1. Carita Kalentang
2. Sepokal Luk 17
3. Lancingan atau Kancingan atau Cancingan
4. Ngamper Buta

Dapur Keris Luk Sembilanbelas
1. Trimurda
2. Karacan
3. Bima Kurda Luk 19

Dapur Keris Luk Duapuluh Satu
1. Kala Tinanding
2. Trisirah
3. Drajid

Dapur Keris Luk Duapuluh Lima
1. Bima Kurda Luk 25

Dapur Keris Luk Duapuluh Tujuh
1. Tagawirun

Dapur Keris Luk Dupuluh Sembilan
1. Kala Bendu Luk 29

Di Pulau Jawa, keris yang luknya limabelas atau lebih, digolongkan sebagai
keris Kalawijan atau Palawijan. Dulu, keris kalawijan ini diberikan pada orangorang
yang berbeda dengan orang yang normal, yakni orang yang eksentrik,
yang terlalu pintar, yang punya kelebihan, atau yang punya kekurangan.
Untuk bisa membedakan dapur keris yang satu dengan lainnya, orang perlu
lebih dahulu memahami berbagai komponen atau ricikan keris. Tanpa tahu
dan faham benar mengenai ricikan keris, mustahil orang bisa mengetahui atau
menentukan nama dapur keris.

Pamor Keris

SALAH satu aspek penting dalam eksoteri keris selain dapur, tangguh, perabot,
adalah pamor keris. Mengenai sebilah keris pada umumnya orang akan
bertanya, apa dapurnya, apa pamornya, tangguh mana, dan bagaimana
perabotnya. Sebagian orang bahkan menganggap pamor paling penting dari
semua aspek keris yang ada.

Kata pamor mengandung dua pengertian. Yang pertama, menunjuk gambaran
tertentu berupa garis, lengkungan, lingkaran, noda, titik, atau belang-belang
yang tampak pada permukaan bilah keris, tombak, dan tosan aji lainnya.
Sedangkan yang kedua, dimaksudkan sebagai jenis bahan pembuat pamor
itu. Motif atau pola gambaran pamor terbentuk pada permukaan bilah keris
karena adanya perbedaan warna dan berbedaan nuansa dari bahan-bahan
logam yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan keris, tombak, dan
tosan aji lainnya. Dengan teknik tempa tertentu, logam bahan baku keris akan
menyatu dalam bentuk lapisan-lapisan tipis, tetapi bukan bersenyawa atau lebur
satu dengan lainnya. Karena adanya penyayatan pada permukaan bilah keris
itu, gambaran pamor pun akan terbentuk.

Gambaran pamor ini diperjelas dan diperindah dengan cara mewarangi keris,
tombak, atau tosan aji itu. Setelah terkena larutan warangan, bagian keris yang
terbuat dari baja akan menampilkan warna hitam keabu-abuan, yang dari besi
menjadi berwarna hitam legam, sedangkan yang dari bahan pamor akan
menampilkan warna putih atau abu-abu keperakan.

Teknik tempa dalam pembuatan senjata berpamor ini merupakan ketrerampilan
khas Indonesia, terutama Pulau Jawa. Bahkan seni pamor itu mungkin bisa
dibilang penemuan orang Indonesia. Tidak ada bangsa lain selain Indonesia
yang dalam catatan sejarah kebudayaannya mengenal seni tempa senjata
berpamor, sebelum abad ke-10.

Asal Mula Pamor

Tidak ada data tertulis yang pasti mengenai kapan orang Indonesia (Jawa)
menemukan teknik tempa senjata berpamor. Namun jika dilihat bahwa sebagian
bilah keris Jalak Buda sudah menampilkan gambaran pamor, bisa diperkirakan
pamor dikenal bangsa Indonesia setidaknya pada abad ke-7. Pamor yang
mereka kenal itu terjadi karena ketidaksengajaan, dengan mencampur
beberapa macam bahan besi dari daerah galian yang berbeda. Perbedaan
komposisi unsur logam pada senyawa besi yang mereka pakai sebagai bahan
baku pembuatan keris itulah yang menimbulkan nuansa warna yang berbeda
pada permukaan bilahnya, sehingga menampilkan gambaran pamor.

Keris dan tombak tangguh Jenggala sudah menampilkan rekayasa pamor yang
amat indah dan mengagumkan. Jelas pamor itu bukan berasal dari
ketidaksengajaan, melainkan karena teknik tempa dan rekayasa si empu. Inilah
yang menimbulkan tanda tanya, apakah Jenggala dalam perkerisan sama
dengan Jenggala dalam ilmu sejarah? Mengapa budaya masyarakat di kerajaan
yang berdiri pada abad ke-11 itu sudah terampil membuat rekayasa seni
pamor?

Bahan Pamor

Selain menunjuk pada pengertian tentang pola gambarannya, pamor juga
dimaksudkan menunjuk pengertian mengenai bahan pembuat pamor itu.
Ada empat macam bahan pamor yang acapkali digunakan dalam pembuatan
keris, dan tosan aji lainnya. Dari yang empat itu, tiga di antaranya adalah bahan
alami, sedangkan bahan pamor yang keempat adalah unsur logam nikel yang
telah dimurnikan oleh pabrik.

Bahan pamor yang tertua adalah bahan keris dari dua atau beberapa senyawa
besi yang berbeda. Senyawa besi yang berbeda komposisi unsur-unsurnya itu,
tentunya didapat dari daerah yang berbeda pula. Dari bahan pamor ini, pamor
yang terjadi dinamakan pamor sanak.
Bahan pamor lainnya adalah batu bintang atau batu meteor. Penggunaan
bahan meteorit untuk bahan pamor bukan hanya dilakukan oleh para empu di
Pulau Jawa, juga di daerah lain di Indonesia. Badik batu dan mandau batu,
misalnya, dibuat oleh orang Sulawesi dan Kalimantan.

Di Sulawesi selain batu bintang atau batu meteor, ada bahan pamor lain yang
banyak terdapat di daerah Luwu. Bahan pamor dari Luwu ini kemudian menjadi
komoditi dagang antarpulau, bahkan juga dikenal dan diperdagangkan di
Singapura, Semenanjung Malaya, dan Thailand. Mereka mengenalnya sebagai
pamor Luwu atau bassi pamoro.

Jenis bahan pamor yang terakhir adalah nikel. Dulu, beberapa puluh tahun yang
lalu, nikel lebih sering dijumpai sudah bercampur dengan unsur logam lainnya,
biasanya dengan besi. Tetapi kini, tahun 2000, mudah didapat nikel murni yang
dijual kiloan.

Dari empat macam bahan pamor itu, batu meteorlah yang terbaik, karena
bahan itu mengandung titanium yang banyak memiliki kelebihan dibandingkan
dengan bahan pamor lainnya. Bahan baku pamor meteorit yang terkenal adalah
yang berasal dari daerah Prambanan, Jawa Tengah, yang kemudian
dinamakan Kanjeng Kyai Pamor dan disimpan di halaman Keraton Kasunanan
Surakarta.

Jenis-jenis Pamor Keris

Ditinjau dari teknik pembuatannya, dikenal adanya dua macam pamor, yakni
pamor mlumah dan pamor miring. Dibandingkan dengan pamor miring, pamor
mlumah relatif lebih mudah pembuatannya, dan resiko gagalnya lebih kecil.
Itulah sebabnya rata-rata nilai mas kawin (harga) keris berpamor mlumah lebih
rendah dibandingkan keris yang berpamor miring.

Ditinjau dari bagaimana terjadinya pamor itu, macam-macam motif pamor dibagi
dalam dua golongan besar, yakni pamor tiban atau pamor jwalana, dan pamor
rekan atau pamor anukarta. Yang digolongkan pamor tiban adalah jenis motif
atau pola gambaran pamor yang bentuk gambarannya tidak direncanakan
dahulu oleh si empu. Gambaran pola pamor yang terjadi bukan karena diatur
atau direkayasa oleh Sang Empu, dianggap sebagai anugerah Tuhan. Pola
pamor golongan ini di antaranya, Wos Wutah, Ngulit Semangka, Sumsum
Buron, Mrutusewu, dan Tunggak Semi.

Sedangkan yang digolongkan pamor rekan, adalah pamor yang pola
gambarannya dirancang atau direkayasa lebih dahulu oleh Sang Empu.
Termasuk jenis ini di antaranya, pamor Adeg, Lar Gangsir, Ron Genduru,
Tambal, Blarak Ngirid, Ri Wader, dan Naga Rangsang.

Penamaan dan Simpangsiurnya Nama Pamor

Karena ragam pola gambaran pamor jumlahnya banyak sekali, untuk
membedakan pola satu dengan lainnya, tiap motif pamor itu diberi nama. Ada
dua cara pemberian nama pamor dalam dunia perkerisan di Pulau Jawa.

Pertama, dengan melihat hasil akhir penampilan pamor yang tampak. Jadi, jika
gambar pamor itu mirip dengan kulit semangka, pamor itu disebut Ngulit
Semangka, walaupun mungkin Sang Empu bukan berniat membuat pamor
Ngulit Semangka, tetapi Wos Wutah.

Kedua, dengan memperkirakan niat Sang Empu. Misalnya, jika si empu
diperkirakan berniat akan membuat pamor Ri Wader, ternyata jadinya mirip
dengan gambaran pamor Mayang Mekar, maka pamor itu tetap dinamakan
pamor Ri Wader, tetapi gagal. Karena kegagalan itu, nama pamor itu ditambah
dengan kata 'wurung' sehingga menjadi Ri Wader Wurung.
Tetapi penamaan cara yang kedua ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang
benar-benar memahami teknik pembuatan pamor. Orang kebanyakan, yang
bukan pakar - jelas akan memakai cara penamaan pamor yang pertama.

Yang juga membingungkan, adanya perpedaan penyebutan nama pamor.
Contohnya, pamor Lawe Setukel, ada yang menyebut Benang Satukel atau
Lawe Saukel, atau Benang Saukel. Ada lagi, Blarak Sinered, Blarak Ginered,
atau Blarak Ngirid. Ada lagi, Melati Rinonce atau Melati Rinenteng atau Melati
Sato-or. Dan, masih banyak lagi kesimpangsiuran semacam itu.

Yang lebih parah dari itu, misalnya: Pamor Sada Saler atau Adeg Siji. Namanya
beda, tapi pola pamornya yang itu-itu juga. Perbedaan nama ini makin jauh lagi,
karena nama Sada Saeler disalahucapkan menjadi Sada Jaler, dan kemudian
menjadi Sada Lanang. Dan yang agak menggelikan nama Sada Saeler ditulis
oleh orang Belanda dengan ejaan Sadasakler, kemudian nama itu
diterjemahkan menjadi sadasa kleur yang artinya 'sepuluh warna'. Ini karena
kata kleur yang berasal dari bahasa Belanda memang berarti warna.

Istilah-istilah Mengenai Pamor

Dalam buku-buku lama mengenai keris sering dijumpai berbagai istilah untuk
menggambarkan keadaan dan penampilan pamor. Bahasa Jawanya: Wujud
semuning pamor.

Istilah-istilah itu pada umumnya kurang begitu dikenal orang yang hidup pada
masa kini.
Di antaranya adalah:
1. Pamor yang mrambut, merupakan istilah penilaian pamor melalui kesan
rabaan (grayangan - Jw.) - yakni pamor yang jika diraba dengan ujung jari
rasanya seperti meraba rambut, Munculnya pamor semacam itu pada
permukaan bilah keris bagaikan susunan helaian rambut, atau seperti seratserat
yang halus dan lembut.
2. Pamor yang ngawat, juga berkaitan dengan kesan rabaan seperti di atas,
tetapi rasa rabaannya tidak sehalus pramor yang mrambut, - melainkan
seolah-olah seperi rabaan jajaran kawat yang lembut.
3. Pamor yang nggajih merupakan istilah penilaian pamor melalui kesan
penglihatan, yakni pamor yang tampak seperti lemak beku menempel di
permukaan bilah keris. Keris atau tosan aji yang pamornya nggajih biasanya
adalah keris yang bermutu rendah atau yang sering disebut keris rucahan.
Keris semacam itu jika dijentik (dithinthing - Jw.) biasanya tidak berdenting.
4. Pamor mbugisan adalah istilah penilaian pamor melalui kesan penglihatan
dan rabaan. Permukaan bilah keris yang pamornya tergolong mbugisan
rabaannya halus, sedangkan gradasi berbedaan warna antara besinya yang
hitam dan pamornya yang putih keperakan tidak nyata terlihat, tidak kontras.
5. Pamor yang nyanak adalah istilah untuk pamor Sanak atau pamor peson,
merupakan istilah penilaian pamor menurut kesan penglihatan dan rabaan.
Alur-alur pola gambaran pamor ini tidak jelas, tak kontras, tetapi rabaannya
sangat terasa, agak kasar. Keris berpamor sanak biasanya dibuat dari bahan
pamor yang berupa mineral besi yang didapat dari daerah lain. Jika dijentik,
keris dengan pamor sanak tidak berdenting nyaring.
6. Pamor yang kelem, yang yang penampillannya cukup jelas, cukup kontras,
tetapi sedemikian rupa sehingga seolah yang terlihat ini hanya sebagian kecil
dari keseluruhan pamor. Seolah sebagian terbesar dari pamor itu 'tengelam'
di dalam badan bilah. Pamor yang kelem itu jika diraba akan terasa lumer
atau halus dan lembut.
7. Pamor yang kemambang adalah kebalikan dari pamor yang kelem. Pamor ini
memberi kesan seolah bagian pamor yang tertanam di badan bilah hanya
sedikit saja. Jika diraba, pamor kemambang juga memberikan kesan lumer
dan halus.
8. Pamor yang ngintip adalah istilah penamaan pamor yang sangat kasar
perabaannya, malahan kadang-kadang di beberapa bagian terasa tajam.
Pamor yang ngintip ini bisa terjadi karena dua sebab. Pertama si empu boros
atau dermawan (loma- Jw.) terhadap bahan pamor yang digunakannya,
sehingga jumlah bahan pamor yang digunakan berlebihan. Bisa juga terjadi
karena ketidaksengajaan, yakni untuk memberikan kesan wingit pada keris
itu.
Sebab yang kedua adalah si empu menggunakan bahan pamor bermutu
tinggi, tetapi besi yang digunakan mutunya kurang baik, sehingga besi itu
cepat aus. Sewaktu besinya sudah aus, sedangkan pamor tidak, maka pamor
itu akan 'muncul' di permukaan bilah secara berlebihan.
9. Pamor yang mubyar yakni pamor yang tampak cerah, cemerlang, dan
kontras dengan warna besinya. Walaupun warnanya kontras, namun jika
diraba akan terasa lumer, halus.

Selain istilah-istilah yang di atas, untuk menilai pamor orang juga mengamati
kondisi tertanamnya pamor pada badan bilah keris atau tosan aji lainnya.
Menurut istilah Jawa, kondisi itu disebut tancebing atau tumancebing pamor.
Tancebing atau kondisi tertancapnya pamor pada badan bilah ada dua macam,
yakni pandes (pandhes), yang tertanamnya pamor seolah dalam dan kokoh; dan
kumambang, yaitu yang seolah-olah mengambang atau mengapung di
permukaan bilah.

Tuah dan Perlambang

Banyak penggemar keris yang mengkaitkan nama dan motif pamor dengan tuah
keris atau tombaknya. Untuk mengetahui sebuah keris atau tombak itu baik atau
tidak tuahnya, orang lebih dahulu akan mengamati jenis motif pamornya. Begitu
pula jika orang ingin tahu apa tuah atau manfaat keris itu, yang pertama kali
dilihat adalah pamornya. Itulah sebabnya, mengapa di kalangan penggemar
keris timbul istilah ‘membaca pamor’. Mereka menganggap bahwa tuah keris
dapat dibaca dari pamornya.

Anggapan itu tidak bisa disalahkan. Soalnya, seandainya pamor itu termasuk
jenis pamor tiban, gambaran yang muncul dianggap sebagai pratanda dari
Tuhan mengenai isi dan tuah keris itu. Jadi, motif atau pola yang tergambar pada
pamor itu dianggap sebagai petunjuk untuk memperkirakan baik buruknya keris
itu, sekaligus juga memperkirakan tuah apa yang terkandung di dalamnya.

Kalau motif pamor itu tergolong pamor rekan, maka pamor itu akan direka oleh
Sang Empu sedemikian rupa sehingga bentuk gambarannya sesuai dengan niat
empu, yang dirupakan dalam doa dan mantera yang diucapkannya. Misalnya,
jika Sang Empu menginginkan keris buatannya mempermudah si pemilik untuk
mencari rezeki, ia akan membuat pamor Udan Mas, Pancuran Mas, Tumpuk,
atau Mrutu Sewu. Tetapi jika si empu ingin agar keris buatannya bisa menambah
kewibawaan pemiliknya, empu itu akan membuat keris dengan pamor Naga
Rangsang, Ri Wader, Raja Abala Raja, dan yang sejenis dengan itu.
Gambaran motif pamor adalah perlambang harapan. Harapan Sang Empu,
sekaligus juga harapan si pemilik keris.

Kira-kira sama halnya dengan gambaran rajah penolak bala. Atau mungkin
serupa pula dengan gambaran Patkwa yang oleh masyarakat keturunan Cina
dipercayai memiliki tuah sebagai penolak bala. Mungkin mirip juga dengan
kepercayaan sebagian orang Eropa yang menganggap bentuk ornamen ladam
kuda (sepatu kuda) sebagai bentuk yang dianggap bisa mengusir setan dan roh
jahat.

Dalam budaya Jawa - mungkin juga dibilang budaya Indonesia, bentuk-bentuk
tertentu membawa perlambang maksud dan harapan tertentu pula.
Bentuk bulatan, lingkaran, garis lengkung, atau gambaran yang memberikan
kesan lumer, kental, tidak kaku, melambangkan kadonyan atau kemakmuran
duniawi, kekayaan, rejeki, keberuntungan, pangkat, dan yang semacam dengan
itu.

Bentuk gambaran garis yang menyudut, segi, patahan, seperti segi tiga, segi
empat, dan yang serupa dengan itu, dianggap sebagai lambang harapan akan
ketahanan atau daya tangkal terhadap godaan, gangguan, serangan, baik
secara fisik maupun nonfisik. Jika gambaran itu dirupakan dalam bentuk pamor,
itu melambangkan harapan akan kesaktian dan kadigdayan.

Bentuk garis lurus yang membujur atau melintang, atau diagonal, dipercaya
sebagai lambang harapan akan kemampuan untuk mengatasi atau menangkal
segala sesuatu yang tidak diharapkan. Pamor yang serupa itu dianggap dapat
diharapkan kegunaannya untuk menolak bala, menangkal guna-guna dan
gangguan makhluk halus, menghindarkan bahaya angin ribut dan badai,
terhindar dari gangguan binatang buas dan binatang berbisa. Misalnya, pamor
Adeg.

Karena itulah, seorang empu sebenarnya juga bisa dibilang seniman yang
memahami bahasa perlambang, dan menggunakan gambaran pamor sebagai
media komunikasi.

ESOTERI KERIS

Adalah semacam ilmu atau pemusatan perhatian terhadap apa yang tidak
tampak dari luar, pada sebilah keris. Esoteri keris antara lain membicarakan
soal tuah, tanjeg, tayuh, khasiat, daya magis, manfaat, pengaruh, isi,
penunggu, dan yang semacam dengan itu.

Terlepas soal percaya atau tidak, benar atau salah, maka esoterikeris
merupakan salah satu dari banyak cabang budaya perkerisan. Ia selalu
dibicarakan orang, baik yang percaya maupun tidak, bukan hanya dikalangan
masyarakat pecinta keris di Indonesia, tetapi juga di negara lain, termasuk
negara-negara barat. Biasanya, selain dibicarakan dari sudut budaya, esoteri
keris juga sering dibahas dari sudut agama.

Lawan kata dari esoteri keris adalah eksoteri keris atau exoteri keris. Berbeda
dengan esoteri keris, maka eksoteri keris membicarakan soal-soal keris yang
tampak dari luar. Antara lain yang dibicarakan soal dapur keris, pamor, jenis
besi dan yang semacam dengan itu.
Pembicaraan soal esoteri keris hampir selalu berkaitan dengan soal tuah atau
kesaktian keris. Karena soal tuah amat erat kaitannya dengan pengalaman
pribadi seseorang, sikap spiritual seseorang, maka soal esoteri itu tidak dapat
diperdebatkan.

Selama ini hanya tiga buku yang secara khusus membahas soal esoteri keris,
yakni Esoteri Keris tulisan Syamsul Alam, terbitan Citrajaya, Surabaya, 1983;
dan Mengungkap Rahasia Isi Keris, tulisan Bambang Harsrinuksmo, terbitan
Pustaka Grafikatama, Jakarta, 1992. Selain itu, tahun 1996, S. Lumintu juga
menulis buku yang menyangkut soal esoteri keris. Judulnya Daya Gaib Keris
Pusaka & Kayu.

Ketiga buku yang disebut di atas, membahas soal esoteri dengan bahasa
perkerisan, berbeda dengan buku-buku lain yang membahas esoteri keris
dengan bahasa perdukunan atau perklenikan.

Tuah Keris

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tuah antara lain berarti sakti,
keramat; berkat (pengaruh) yang mendatangkan keuntungan (kebahagiaan,
keselamatan, dsb). Secara umum, dalam dunia perkerisan tuah diartikan
sebagai kesaktian, daya luwih, kekuatan magis, dan manfaat gaib yang
terkandung dalam sebilah keris atau tosan aji lainnya. Bagi mereka yang
percaya akan adanya tuah pada sebilah keris, daya gaib yang terpancar atau
'sesuatu' yang dirasakan itulah yang disebut angsar.

Pada dasarnya tuah keris itu selalu baik dan untuk kebaikan. Tetapi tuah keris
belum tentu akan cocok manfaatnya bagi seseorang. Ilmu untuk mengenal dan
mengetahui jenis-jenis angsar disebut ilmu tanjeg. Untuk mengetahui cocok
atau tidaknya sebilah keris bagi seseorang, digunakan ilmu tayuh.

Kepercayaan akan adanya tuah, baik pada keris maupun pada benda lainnya,
bukan hanya ada pada masyarakat Jawa, Indonesia, atau Asia saja juga pada
banyak bangsa dari benua lainnya. Bagi sebagian orang, terutama pecinta keris
yang masih tergolong pemula, tuah keris dianggap dapat dibuktikan secara
fisik, misalnya, lilin menyala dapat padam dengan sendirinya bila diacungi
sebuah keris tertentu. Atau, bila keris tertentu direndam dalam air, di bawah
sinar terang matahari, tampak seperti ular hidup. Atau, keris tertentu yang
bilamana dipegang, rambut orang itu tidak dapat dipotong dengan pisau silet.
Dan, atraksi-atraksi mirip sulap lainnya.

Namun sebagian besar pecinta keris menganggap bahwa tuah keris
sebenarnya tidak bisa dilihat, namun dapat dirasakan. Misalnya, setelah
mendapat sebilah keris, rumah tangga yang sebelumnya selalu ribut, jadi
tenteram dan rukun. Atau, kariernya lebih lancar, atau usahanya lebih maju,
dlsb. Yang jelas, pengertian tentang tuah keris ini terkadang bersifat subyektif,
lain orang bias lain pendapatnya. Semua itu tergantung pada lingkungan dan
pengalaman hidup masing-masing.

Menayuh Keris

Adalah sejenis ilmu tradisional yang digunakan untuk menentukan apakah
sebilah keris akan cocok dipakai atau dimiliki oleh seseorang, atau tidak. Ilmu
ini terutama bermanfaat untuk meningkatkan kepekaan seseorang agar dia
dapat menangkap kesan karakter sebilah keris dan menyesuaikan dengan
kesan karakter dari calon pemiliknya. Contohnya, keris yang menampilkan
karakter keras, galak, tidak baik dipakai oleh seorang yang sifatnya keras dan
kasar. Untuk orang semacam itu sebaiknya dipilihkan keris yang karakternya
lembut, dingin.

Cara Menayuh

Ada berbagai cara untuk me-nayuh sebilah keris atau tombak. Di Pulau Jawa
dan dibeberapa daerah lainnya, yang terbanyak adalah dengan cara
meletakkan keris atau tombak itu di bawah bantal, atau langsung dibawah
tengkuk, sebelum tidur. Agar aman, keris atau tombak itu lebih dahulu diikat
dengan sehelai kain dengan sarungnya. Dengan cara ini si Pemilik atau orang
yang me-nayuh itu berharap dapat bertemu dengan 'isi' keris dalam mimpinya.

Namun cara ini tidak senantiasa berhasil. Kadang-kadang mimpi yang
dinantikan tidak muncul, atau seandainya mimpi, sesudah bangun lupa akan isi
mimpinya.

Jika malam pertama tidak berhasil biasanya akan diulangi pada malam
berikutnya, dan seterusnya sampai mimpi yang diharapkan itu datang. Keris
atau tombak itu dianggap cocok atau jodoh, bilamana pada saat ditayuh orang
bermimpi bertemu dengan seorang bayi, anak, gadis, atau wanita, pemuda atau
orang tua, yang menyatakan ingin ikut, ingin diangkat anak, atau ingin diperistri.
Bisa jadi, yang ditemui dalam mimpi termasuk juga makhluk yang menakutkan.
Mimpi yang serupa itu ditafsirkan sebagai isyarat dari 'isi' keris yang cocok atau
tidak cocok untuk dimiliki.

Bagi orang awan, cara me-nayuh lewat mimpi inilah yang sering dilakukan, juga
sampai sekarang. Selain cara itu masih banyak lagi cara lainnya. Untuk dapat
me-nayuh keris atau tosan aji lainnya, tidak harus lebih dulu menjadi seorang
ahli. Orang awan pun bisa, asalkan tahu caranya.

Dalam masyarakat perkerisan juga dikenal apa yang disebut keris tayuhan,
yaitu keris yang dalam pembuatannya lebih mementingkan soal tuah daripada
keindahan garap, pemilihan bahan besi, dan pembuatan pamornya. Keris
semacam itu biasanya mempunyai kesan wingit, angker, memancarkan
perbawa, dan ada kalanya menakutkan.

Walaupun segi keindahan tidak dinomorsatukan, namun keris itu tetap indah
karena pembuatnya adalah seorang empu. Padahal seorang empu, tentulah
orang yang mempunyai kepekaan keindahan yang tinggi. Patut diketahui, keriskeris
pusaka milik keraton, baik di Yogyakarta maupun di Surakarta, pada
umumnya adalah jenis keris tayuhan. Dapur keris tayuhan, biasanya juga
sederhana, misalnya, Tilam Upih, Jalak Dinding, dan Mahesa Lajer.

Bukan jenis dapur keris yang mewah semacam Nagasasra, Naga Salira, Naga
Kikik, atau Singa Barong. Selain itu, keris tayuhan umumnya berpamor tiban.
Bukan pamor rekan. Di kalangan peminat dan pecinta keris, keris tayuhan
bukan keris yang mudah diperlihatkan pada orang lain, apalagi dengan tujuan
untuk dipamerkan. Keris tayuhan biasanya disimpan dalam kamar pribadi dan
hanya dibawa keluar kamar jika akan dibersihkan atau diwarangi.

Menanjeg Keris

Ilmu tanjeg dalam dunia perkerisan di Pulau Jawa -- terutama di Yogyakarta dan
Surakarta, adalah ilmu untuk membuat penilaian mengenai karakteristik atau
sifat tuah, serta manfaat gaib sebuah keris atau tosan aji lainnya.

Dalam budaya perkerisan di Pulau Jawa dikenal adanya istilah angsar yang
merupakan kekuatan gaib sebilah keris. Apa manfaat dan apa pula mudaratnya
angsar itu, dapat di ketahui dengan menggunakan ilmu tanjeg.

Dengan ilmu tradisional itu, bagi yang percaya, seseorang dapat mengetahui
kegunaan gaib dari sebuah keris,tombak, atau tosan aji lainnya. Dengan ilmu
tanjeg, misalnya, sebuah keris dikatakan mempunyai manfaat dapat melindungi
pemiliknya dari gangguan mahluk halus, dapat menahan serangan gunaguna,
menambah wibawa dan keberanian pemiliknya. Orang yang memahami
ilmu tanjeg pada umumnya disabut ahli tanjeg.

Ilmu Tanjeg ini ada dua macam.

Yang pertama dengan melakukan pengamatan lahiriah sebuah keris, baik dari
besinya, pamornya, cara pembuatannya, bentuknya, dan rabaannya. Cara ini
juga di sebut nanjeg cara eksoteri. Misalnya, kalau keris itu ber-dapur Jalak
Sangu Tumpeng, bisa diduga manfaat atau tuah keris itu adalah baik untuk
mencari rezeki dan cocok untuk para pedagang. Kalau keris itu pamornya
Tunggaksemi, maka keris itu baik untuk mengembangkan modal. Jika
penampilan keris itu berkesan penampilan wingit, maka tidak baik untuk dipakai
para pedagang.

Cara kedua adalah dengan mengandalkan kemampuan batiniah secara
tradisional. Cara ini banyak macamnya,dan hanya dapat dipelajari dengan
metode tradisional, antara lain dengan berpuasa, menghafalkan dan selalu
mengulang-ngulang mantera dan doa tertentu, dengan bimbingan orang yang
menguasai ilmu itu. Cara itu disebut cara esoteri.

Banyak para ahli tanjeg yang menggunakan kedua cara itu untuk menilai
angsar sebilah keris,atau tosan aji lainnya.
Seorang ahli tanjeg, pada umumnya diminta pendapatnya, kalau seseorang
ingin membeli atau akan mendapatkan keris. Sebab keris dulu yang dibuat
sang empu untuk keperluan keprajuritan, tidak akan sesuai digunakan oleh
seorang pedagang. Keris yang dulu dibuat khusus untuk orang yang berusia
tua dan telah pensiun, tentu tidak baik digunakan oleh orang muda yang masih
aktif bekerja.

Ilmu tanjeg tidak hanya ada di Pulau Jawa dan di Indonesia saja. Walaupun
cara dan metodenya tidak sama, di Brunei Darussalam pun ilmu yang
semacam dengan ilmu tanjeg itu juga ada. Dan, hasil tanjeg pun tidak jauh
berbeda. Misalnya, sebuah keris yang di tanjeg oleh ahli di Pulau Jawa di
katakan bermanfaat baik untuk berdagang baik untuk berdagang,
mengembankan usaha, dan memupuk kekayaan; dengan ilmu tanjeg ala
Brunei, keris yang sama, dikatakan keris berisi besi bendahara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar